Oleh Delta Rahwanda
Danau Asam dari Kejauhan |
Perjalanan ini bukanlah kali pertama
menuju kabupaten Lampung Barat. Karena banyaknya potensi wisata yang ada, saya
telah beberapa kali mengeksplore keindahan alam di sana. Kali ini kendaraan
saya menuju sebuah kecamatan bernama Suoh. Awalnya saya membayangkan bahwa
kecamatan ini adalah sebuah kecamatan kecil tidak berpenduduk banyak. Ternyata
dugaan saya salah total. Sepanjang perjalan dari Bandar lampung hingga simpang
antara Suoh dan Krui, mata saya fokus kepada jalanan aspal yang mulus. Pada
simpang inilah, jalan aspal berganti dengan jalan berbatu bermula di desa
Gunung Doh. Rumah warga juga semakin jarang terlihat karena ternyata jalan yang
sedang saya lewati adalah bagian dari hutan lindung Bukit Barisan Selatan.
Seiring dengan semakin tak terlihatnya rumah warga maka mata saya dihibur
dengan keindahan alam sepanjang kanan kiri jalan. Sesekali saya berhenti untuk
mengabadikan momen yang ada. Jalan yang saya lewati merupakan jalan yang besar
namun masih berbatu. Sekali saya melihat dua mobil double cabin berpapasan dan space
jalan masih tersisa cukup lebar. Kurang lebih 3 jam saya “bercumbu” dengan
jalanan terjal hingga berakhir pada sebuah simpang yang beraspal halus. Saya
berbelok ke kanan sesuai dengan informasi yang saya dengar dari warga bahwa
untuk menuju Suoh ambil jalan yang ke kanan karena jalan ke kiri menuju Krui.
Kurang lebih 30 menit berkendara dari simpang, saya berhenti di sebuah pasar
dan kembali bertanya kepada warga. Ternyata pasar tersebut adalah pasar Suoh.
Sekilas saya menilai bahwa Suoh adalah daerah yang subur karena banyaknya air
yang mengalir di sawah warga. Selain itu kontur daerah yang datar membuat warga
mudah untuk bercocok tanam. Bersitirahat di sebuah warung untuk makan siang
menjadi hiburan wajib saya sambil menggali informasi lebih jauh tentang lokasi
wisata yang hendak saya kunjungi.
Pukul 2
siang setelah shalat Dzuhur saya kembali melaju menuju danau Asam sebagai spot
pertama. Kurang lebih 1 jam, mata saya kemudian berjumpa dengan hamparan air
yang luas dikelilingi oleh pohon-pohon ditepiannya. Mendirikan tenda menjadi
kegiatan saya berikutnya tepat di bawah pohon di tepian danau. Danau Asam
berbatasan langsung dengan bukit-bukit kecil yang gersang. Pada bagian kiri
samar terlihat dataran yang berwarna kuning tanpa ada pepohonan satupun dan
warga menyebutnya Pasir Kuning. Pada bagian lain yang membuat mata terpana
adalah hamparan bukit kecil dengan alang-alang yang luas dan terdapat satu buah
pohon besar di tengahnya. “Nanti sore kita bisa ke Pasir Kuning dan
mengelilingi danau Asam dengan kapal. Di sini tidak ada ikannya apalagi buaya
karena airnya asam. Jadi aman kalau pengunjung mau mandi” terang salah satu
pengelola kepada saya.
Sore hari,
saya menuju Pasir Kuning yang dapat ditempuh 10 menit saja menggunakan kapal
dengan biaya Rp. 15.000. Pasir Kuning menurut pandangan awam saya adalah sebuah
hamparan luas tanpa pohon karena tanah di Pasir kuning sangat gersang dan
terasa hangat sehingga warna tanah berubah menjadi kekuningan. Pada bagian tepi
ada beberapa lubang yang mengeluarkan air panas. Yang unik adalah tepat di
sebelah Pasir Kuning terdapat hamparan bukit dengan alang-alang yang subur.
Pasir Kuning dengan area kering, gersang dan hangat namun di sebelahnya bukit
kecil dengan area yang subur merupakan hal unik bagi saya. Sesekali saya
membingkai keunikan alam ini dengan kamera. Perjalan singkat ini kemudian
ditutup dengan keliling danau dengan menggunakan kapal yang cukup ditempuh 15
menit saja. Kemudian saya kembali menuju tenda untuk mempersiapkan makan malam. Channel Youtube saya di danau Asam klik ini.
Bersambung…
Danau Asam |
|
![]() |
Pasir Kuning |
Comments
Post a Comment