Oleh:
Delta Rahwanda
![]() |
Bukit Gamping |
Ini
adalah kali ke empat saya ke bukit Kapur yang berlokasi di Linggapura Lampung
Tengah. Pertama kali ke sana sekitar tahun 2004 dimana bisa dipastikan belum
pernah ada orang yang pernah ke puncaknya. Informasi ini saya dapat dari warga
sekitar yang kaget karena melihat beberapa orang berada di puncak bukit kapur.
Waktu itu bukit ini masih dipenuhi pohonan hutan yang tumbuh di sekitar bukit.
Jika dilihat dari bawah, puncaknya seperti ditutupi oleh lumut namun jika kita
sudah berada di puncaknya, tumbuhan yang terlihat seperti lumut tersebut adalah
rumput yang tingginya hampir sama dengan saya. Ketika kami menuju puncak juga
tidak ada jalan dan kami membuat rute sendiri. Terbilang sulit dan menguras
tenaga namun kami berhasil sampai ke puncaknya. Seperti namanya, bukit ini
terdiri dari batu kapur yang tingginya kurang lebih 500 meter. Dahulu saya
menemukan beberapa goa kecil yang banyak dihuni oleh kelelawar. Yang unik
adalah kami berjumpa langsung dengan beberapa kambing liar yang juga menghuni
bukit ini. Kambing tersebut sangat lihai berjalan di bukit terjal yang miring. Kemudian
saya mengunjungi bukit Kapur ini tahun 2008 dan 2011 dan tampak perubahan yang
signifikan di sekitar bukit.
Tersesat ke bukit Gamping
Awal
Mei 2017 lalu saya diajak beberapa sahabat saya ke bukit Kapur. Saya langsung
mengiyakan karena memang bukit ini mulai dikenal oleh para instagrammer.
Perjalanan kami tempuh sejak pagi pukul 07.00. Perjalanan hanya bisa ditempuh
menggunakan sepeda motor karena kita akan melewati jalanan kecil dan
menyeberang menggunakan rakit atau melewati jembatan gantung. Untuk menuju
lokasi kami hanya mengandalkan orang-orang yang kita jumpai di jalan. Hingga
akhirnya kami berhenti di salah satu simpang yang kata warga adalah jalan
menuju bukit Kapur. Saya sendiri meski telah 3 kali ke sana namun saya lupa
arah menuju ke sana. Menyusuri kebun warga selama 15 menit akhirnya kami
berhenti karena tidak ada lagi jalan. Kami memang berada di daerah yang tinggi
dan dekat dengan sebuah bukit namun tidak begitu jelas. Jalan kaki menuju
wilayah yang lebih tinggi kami mulai. Dan ternyata bukit ini bukanlah bukit
yang hendak kami kunjungi. Saya masih sangat mengingat puncak gunung Kapur
sehingga saya memastikan bukit ini bukanlah bukit kapur. Namun pemandangan yang
disajikan dari atas cukup indah. Kita bisa melihat hamparan kebun warga dan
sungai yang memanjang hingga mata ini tak mampu melihat ujungnya. Warga sekitar
menyebutnya bukit Gamping.
Tengah
hari kami melanjutkan perjalanan menuju bukit Kapur setelah mendapatkan info
pasti dari warga. Ternyata jaraknya tidak begitu jauh cukup 30 menit dari
lokasi sebelumnya. Bukit tersebut sudah banyak berubah terutama sekeliling bukit
yang telah penuh dengan tanaman sawit. Di sisi lain juga tampak bekas tambang batu
bara. Jalan menuju bukit juga tergolong mudah jika dibandingkan jalan ketika
pertama kali saya ke sini. Jalan yang kami lewati adalah jalan yang dibuat
warga menuju ke kebun mereka. Bahkan sesekali terdengar suara mesin motor tak
jauh dari lokasi kami. Tepat pukul 14.00 kami sampai di puncak bukit. Keindahan
yang sama seperti dahulu. Di atas bukit ada sebuah pohon besar yang sangat
nyaman dijadikan lokasi berteduh. Tidak lama rasa kantuk menyambut saya. Suasana
hening dan sepoi-sepoi semakin membuat saya inginh terlelap sebentar saja.
Bagi
kalian yang ingin mengunjungi bukit ini berikut rutenya. Dari bandar Lampung
menuju Pringsewu. Kemudian belok kanan ketika bertemu lampu merah pasar Pringsewu
menuju Pasar Poncowarno. Tepat di pasar Poncowarno belok kiri menuju pasar
Nyukang. Dari pasar Nyokang kalian bisa bertanya ke warga kemana arah desa
Linggapura. Ikuti saja jalan utama menuju Linggapura. Bukit Kapur terletak
tidak jauh dari perbatasan desa sekitar 1 km kemudian belok kanan kurang lebih
2 km hingga rumah terakhir milik warga. Dari sini mulailah berjalan kaki menuju
bukit Kapur. Lihat perjalanan saya lainnya di sini.
![]() |
Bukit Kapur |
![]() |
Rute menuju bukit Kapur |
![]() |
Rute menuju bukit Kapur |
![]() |
Bukit Kapur dari kejauhan |
Comments
Post a Comment