Ruang Jingga, #1000tumblers4lpg: SDN 1, 2 dan 4 Gunung Terang, Tubabar (2)

Oleh Delta Rahwanda

Salah satu kondisi jalan yang kami lewati

Dinginnya air pukul 03.30 saya hiraukan agar dapat berangkat sesuai jadwal yang telah ditentukan yaitu 05.00. Kami sepakat menginap di salah satu rumah pengurus agar tidak saling menunggu ketika hendak berangkat. Kebetulan lantai satu menjadi tempat tidur para adam dan saya yang pertama masuk ke kamar mandi. Di lantai atas juga terdengar seseorang tengah mandi. Mata masih terasa mengantuk meski telah selesai mandi karena saya hanya tidur 2 jam saja. Sebelumnya pukul 23.00, bus pemda Tubaba yang akan membantu kami menuju ke lokasi sampai dan kami langsung mengemas semua barang di bus saat itu juga. Kemudian kami berbincang sejenak dengan dua orang relawan dari Tubaba Cerdas yang ikut menyusul sekaligus menemani sopir bus.

Setelah memastikan semua relawan sudah berada di dalam bus, sang sopir perlahan menginjak pedal gas. Saya memilih duduk di bangku paling depan dekat dengan sopir alasannya karena saya ingin melihat ekspesi para relawan yang juga merupakan sahabat saya. Semua terlihat segar dan bahagia meski kurang tidur. Satu jam pertama suara riuh terdengar tanpa henti namun perlahan menghilang karena rasa kantuk mulai datang lagi. Kami juga harus menyiapkan energi untuk kegiatan di sana nanti. Perjalanan akan memerlukan waktu selama 5 jam maka tidur adalah pilihan terbaik. Sesekali saya berbincang dengan salah satu relawan Tubaba Cerdas yang kebetulan duduk tepat di depan saya, mbak Cita. Relawan yang berasal dari Jombang ini sudah 3 bulan berada di salah satu sekolah di Tubaba. Pengabdiannya akan berakhir pada Desember 2017 yang akan datang. “Mencari pengalaman hidup” jawabnya ketika saya tanya kenapa tertarik dengan program Tubaba Cerdas.

Lihat gelaran lainnya di sini

Pukul 09.00 kami sampai di Islamic Center Tubaba dan segera menuju toilet untuk mencuci muka, buang air kecil dan mengganti pakaian kami dengan kaos Ruang Jingga. 20 menit kemudian bis kami melaju lagi. Suara riuh kembali terdengar. Terlihat oleh saya semua yang ada di bis memakai kaos yang sama. “Sekitar 1.5 jam” jawab sopir bus setelah saya tanya berapa lama lagi kami sampai. Barisan aspal hitam yang kami lintasi semakin mengecil dan mengecil hingga akhirnya roda bis harus melewati jalan yang masih tanah merah. Kanan kiri hanya terlihat rawa yang luas hingga ujung pandangan saya. Rumah warga juga jarang terlihat di jalan ini. Suara mesin bis menderu-deru berjuang melintasi jalan tanah. “Di wilayah ini sering banjir hingga ke jalan” terang mbak Cita. Beberapa relawan sesekali menjerit kecil ketika bis miring ke kiri atau ke kanan. Dan saya sibuk mengabadikan momen tersebut dengan kamera. Kabupaten Tubaba tergolong kabupaten muda di Lampung sehingga pembangunan memang relatif bergerak merambat. Alasan lainnya Tubaba terletak tidak begitu strategis dibandingkan kabupaten lainnya. Di pertigaan terakhir bis kami mengambil arah ke kiri yang artinya tak lama lagi kami akan sampai.


Bersambung.....

Comments