Planting Coral, Ekspresi Wisata Positif (Part I)

Oleh Delta Rahwanda

Seiring dengan semakin terkenalnya suatu wilayah, maka akan ada dampak negatif yang muncul di kemudian hari. Suatu lokasi yang telah menjadi “touristic area” secara perlahan akan terkikis keindahannya oleh keindahan itu sendiri. Fenomena ini sering kali terjadi dalam dunia pariwisata. Sebuah pantai indah yang terkenal akan terumbu karangnya yang menawan menghipnotis manusia yang haus akan keindahan lain ciptaan Tuhan datang berbondong-bondong mengunjunginya. Akses menjadi semakin mudah membuat wisatawan semakin banyak dalam uraian angka. Namun tidak semua dari mereka mengerti arti dari kata menjaga. Kebanyakan dari mereka hanya mengerti kata menikmati. Menikmati tanpa tersirat hasrat menjaga adalah sebuah hal yang jauh dari kata selaras. Seringkali wisatawan merusak karang yang memang jelas-jelas sumber keindahannya. Entah karena tidak mengerti atau malah tidak perduli, pengrusakan ini seringkali terlihat.

                Teluk Lampung 5 tahun terakhir ini menjadi lokasi yang cukup dikenal untuk tingkat nasional. Meski gaungnya tak sebesar Raja Ampat, beberapa media seringkali meliput dan menjadikannya sebagai destinasi wajib dikunjungi. Kekhawatiranpun muncul seiring dengan tenarnya beberapa lokasi di teluk Lampung. Langkah antisipasi telah banyak di lakukan namun hal yang dikhawatirkan mulai terjadi. Rusaknya beberapa karang yang sering menjadi spot terbaik snorkelling tidak terelakkan.

                Berangkat dari fenomena di atas, beberapa pemuda di Bandar Lampung berinisiatif menjaga keindalahan alam wilayahnya. Salah satunya adalah penanaman coral yang didaulat sebagai sebuah agenda wisata positif. Awalnya kegiatan ini adalah sebuah kegiatan sukarela beberapa pemuda yang tergerak hatinya untuk menjaga lingkungannya. Setelah beberapa kali dilakukan, muncullah ide jika kegiatan ini sebaiknya menjadi sebuah agenda yang perlu diterapkan kepada pengunjung. Alhasil, agenda ini disambut hangat oleh wisatawan yang datang.
                  Wisatawan diajak berkeliling ke sebuah pulau menggunakan kapal milik nelayan lokal. Selama di kapal aktifitas yang dilakukan adalah mengikatkan bibit karang ke sebuah tempat yang telah disiapkan sebelumnya. Bingkai segi empat dengan jaring di atasnya menjadi media utama. Kemudian cor semen berbentuk bulat kecil dengan lubang ditengah juga telah disiapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Mengikat karang memakan waktu cukup lama karena harus dilakukan satu-persatu. Setelah sampai pada beberapa spot yang telah dipilih, maka karang yang telah siap tadi akan diturunkan. Kegiatan ini cukup sederhana, namun kesederhanaan ini merupakan ide yang luar biasa. Menjaga menjadi lebih dominan daripada menikmati tatkala kita berwisata. Berwisata kini tak lagi hanya menikmati namun juga tersirat kata menjaga sebagai sebuah ekspresi dari menyayangi.


Comments