MENJELAJAH NEGERI BAWAH TANAH GUNUNG KIDUL

Oleh Delta Rahwanda


    Perjalanan kali ini merupakan sebuah kemenangan setelah gagal empat kali di destinasi sebelumnya. Tim National Geographic Indonesia dan Lore’al Men Expert memberi saya kesempatan dan memilih saya menjadi salah satu dari lima pemenang destinasi Caving di gua-gua Gunung Kidul, Yogyakarta. Lalu-lalang manusia menjadi hiburan selama 1 jam di Bandara Soekarno-Hatta. Saya datang lebih awal dari waktu yang ditentukan. Duduk di depan cafe sambil menikmati segelas cappuccino dan ditemani tas carrier penuh dengan perlengkapan yang telah saya siapkan semalam. HP saya bordering dan mengarahkan saya ke meeting point para crew dan peserta.  
Para Blacktrailers Gunung Kidul (Aziz, Jonathan, Delta, Reza dan Irfan)


Berpose di Gunung Purba Gunung Kidul

Berkenalan menjadi pembuka kami siang itu. Lalu kami menuju Yogyakarta dan langsung menuju ke spot pertama, Goa jomlang-luweng Grubug. Hari berikutnya, matahari belumlah tinggi, namun semangat dan rasa penasaran kami ada pada posisi tertinggi. Biasan cahaya dari dedaunan di pintu masuk goa Jomblang menghiasi lokasi tempat kami berdiri yang sedang mendengarkan pengarahan dari bapak Cahyo Alkantana yang juga merupakan salah satu petualang Indonesia. Tidak sesulit yang kami bayangkan untuk turun ke dasar goa Jomblang yang memiliki kedalaman 60 meter. Peralatan yang mamadai membantu kami mencapai dasar gua. Jarak 300 meter kami tempuh dan mata saya terpana dengan keindahan yang ada di depan saya. Luweng Grubug juga merupakan sebuah goa vertikal namun memiliki sinar cahaya matahari dari atas. Kami menyebutnya cahaya dari surga. Berfoto, makan siang, berenang menjadi aktivitas siang itu. Tepat pukul dua kami melanjutkan perjalanan kami ke Kalisuci untuk tubing dengan menggunakan sebuah ban karet. Kami menyusuri sungai Kalisuci selama 3 jam dan menikmati lukisan alam yang begitu indah.







Hari berikutnya, kaki ini melangkah dengan semangat menuju gua Dadap. Sebuah goa horizontal yang memiliki ornament yang berbeda pada dindingnya. Kami harus berjongkok beberapa kali untuk masuk ke dalam goa ini. Perjalan kami berakhir pada sebuah lubang kecil di ujung goa. “Sebenarnya goa ini masih panjang, tapi kami belum ada dana untuk menelusurinya” kata salah satu warga lokal yang mendampingi kami. Dua jam kemudian kami menuju goa Embusan yang tak jauh lokasinya dari goa Dadap. Kami masuk dan melihat sebuah batu Kristal besar yang telah dijelaskan oleh warga sebelum kami masuk. Sesaat kemudian, kami menuju spot terakhir hari itu yaitu goa Gremeng. Goa ini spesial karena goa ini memiliki aliran sungai dan rongga yang besar. Kami menelusuri dan masuk lebih dari 1 KM dan kemudian berbalik arah menuju pintu utama. Indah dan eksotis adalah kata yang tepat untuk mewakili goa-goa yang kami kunjungi hari ini.
Goa Cokro menjadi lokasi terakhir kami dalam rangkaian Men Expert Blacktrail ini. Goa ini merupakan sebuah goa vertikal kering yang menawan. Banyak sekali stalaktit dan stalaknit di dalamnya. “Mengapa namanya Cokro?” saya bertanya kepada guide kami. “Dulu tahun 1964 ada seseorang bunuh diri di sini namanya bapak Cokro. Maka dari itu goa ini diberi nama Cokro” jelasnya. Saya mengangguk sambil memandangi ornament dinding goa. Perjalan kami berhenti pada ujung goa yang dipenuhi oleh sarang burung walet. Lalu kami melangkah menuju arah sebelumnya dengan perasaan puas.
Perasaan sedih sesekali melintas di hati karena akan mengakhiri perjalan ini. Sebuah perjalan yang sangat berbeda dari perjalan-perjalan saya sebelumnya. Mendapatkan kawan-kawan baru menjadi salah satu kisah yang terkenang dalan perjalanan ini. 5 hari bukanlah waktu yang lama. Namun kami memiliki kedekatan yang luar biasa dalam perjalan ini. Berat hati karena kami harus kembali ke daerah asal kami masing-masing. Terimakasih yang tak terhingga kepada National Geographic Indonesia dan Lore’al Men Expert untuk perjalan yang tak terlupakan ini. November 2013 akan menjadi salah satu moment berharga dalam kisah hidup saya.








Comments

Post a Comment