Suntuk Menumpuk Di Jalanan (Menuju Kemacetan Berkelanjutan)

Setiap individu pada zaman ini pastilah memiliki kendaraan. Ya, sebuah alat yang menghantarkan kita kemana saja. Bahkan barangkalai kendaraan lebih berharga daripada kedua kaki kita. Jangkauan yang mustahil kita lewati dengan kaki akhirnya bisa juga kita lumat dengan alat ini.
Jika dulu motor dan mobil adalah alat yang sangat mahal dan mewah. Anggapan tersebut ada benarnya namun saat ini hal tersebut telah berubah. Motor dan mobil bagaikan selevel dengan harga ikan tongkol di pasar ikan. Saai ini setiap orang mampu memilikinya. Dengan sedikit uang, kita telah bias memilikinya. Apalagi didukung dengan adanya leasing yang luar biasa memberi kemudahan kepada costumer. Tanpa ada uangpun kita bias membawa pulang sebuah motor.
Tanpa adanya batasan penjualan, maka muncullah akibat yang luar biasa extreme. Sudah kuduga sejak awal. Kemacetan merajalela. Kemarahan membara. Polusi menebar benihnya.
Lampung bukanlah sebuah kota yang besar dan tidak cukup terkenal jika dibandingkan dengan kota-kota laiinya. Propinsi termiskin nomer dua setelah Bengkulu ini bukanlah sebuah kota yang terkenal dengan keanggunannya. Namun kurasakan saat ini, Bandar Lampung rasanya akan beranjak menyaingi Jakarta dalam hal kemacetan. Kemacetannya saja.
Motor dijual tanpa batas,, mobilpun juga. Tanpa diimbangi dengan adanya pelebaran jalan yang memadai, maka muncullah masalah ini perlahan dan pasti. Motor tua bertahan tak mau kalah.
Memancing emosi memang, ketika kita berhadapan dengan macet. Akh hingga akupun enggan melanjutan tulisan ini………

Comments