Melihat Sejarah untuk Masa Depan

Koran Harian RADAR LAMPUNG 2 Januari 2009
Oleh Delta Rahwanda

Masyarakat, Tinggal di Bandarlampung

Gegap gempita tahun baru Masehi telah kita lewati. Pedagang terompet dan kembang api musiman yang bermunculan di mana-mana menuai banyak rezeki. Tidak terkecuali tempat hiburan dan lokasi wisata yang telah berlomba-lomba menarik simpati agar para tamu bersedia menyambut tahun baru bersama-sama.

MALAM 31 Desember 2009 dinanti ribuan manusia. Hingga tepat pukul nol-nol satu detik terdengar sirene panjang pergantian tahun yang disusul suara terompet dan dihiasi letusan-letusan indah berbagai macam bentuk kembang api.
Semarak tahun baru Masehi tidak hanya terjadi di lingkungan kita. Namun, juga terjadi di berbagai belahan dunia. Channel televisi berlomba-lomba menyiarkan berita tentang pesta tahun baru di seluruh negara. Para pemuda-pemudi berbaur menjadi satu hanya untuk menyambut momen yang dianggap penting mereka bahkan tanpa melihat waktu dan etika.
Kita bersama mengetahui bahwa kali ini ’’dua tahun baru” menyambut hampir bersamaan, hanya berselisih dua minggu. Yaitu tahun baru Hijriah dan Masehi. Keduanya tepat jatuh pada hari yang sama, yakni Jumat. Tidak berlebihan bila penulis mengajak kita sekalian untuk menyambut dua tahun baru kali ini sebagai media bermuhasabah dan refleksi diri. Sebelum lebih lanjut, kita harus catat bahwa kita memiliki banyak cara dan media untuk mengintrospeksi diri kita tidak hanya tahun baru. Ada banyak cara seperti memaksimalkan ibadah pada Ramadan, melakukan salat tahajud, sharing dengan orang terdekat, dan lain-lain.
Namun, penulis yakin bahwa semakin banyak media untuk berintrospeksi diri, maka akan semakin baik pula keseharian kita dalam melangkah. Pada dasarnya tidak ada hal yang perlu dianggap spesial pada tahun baru. Tapi, lebih baik jika menjadikannya sebagai momentum pembenahan diri. Kurang tepat jika tahun baru dijadikan momen hura-hura dan berkumpul hingga pagi seperti halnya yang terjadi pada masyarakat kita.
Berbicara mengenai akhir tahun dan awal tahun, penulis mencoba mengaitkan dengan sebuah kata ’’kesempatan”. Sebuah akhir merupakan sebuah penghujung dan sebuah ujung merupakan sebuah penutup. Di sana terselip satu kata ’’kesempatan” yang barangkali telah hilang atau lewat karena telah bertemu dengan sebuah tutup atau ujung. Kesempatan tadi akan hilang dan tidak bisa terulang jika telah berakhir. Begitu juga dengan kata awal, sangat erat kaitannya dengan kata ’’kesempatan”. Sebuah awal adalah sebuah pijakan. Sebuah pijakan adalah sebuah tonggak pertama. Sebuah tonggak pertama erat sekali dengan sebuah semangat. Sebuah semangat akan memunculkan begitu banyak kesempatan dalam melangkah. Sebuah langkah baru selayaknya berukur kepada apa yang telah dilewati sebelumnya dengan tujuan semoga kesalahan yang telah terjadi tidak terulang pada hari mendatang.
Manusia diberi kelebihan pikiran yang bertujuan mengoreksi dan menelaah segala hal yang ada. Manusia mengerti bahwa waktu akan selalu datang, maka dari itu muncullah koreksi secara naluriah. Untuk lebih sederhana, penulis ibaratkan antara kemarin dan besok. Penentuan apa yang akan dikerjakan pada hari esok, tentunya berpatokan kepada apa yang telah dilakukan kemarin. Apa yang telah terjadi kemarin tidak akan pernah bisa dikembalikan lagi. Apa yang terjadi kemarin hanyalah sebuah cerita ataupun sejarah dari apa yang telah kita lakukan. Peristiwa ataupun rentetan episode pada hari kemarin hanya bisa dijadikan sebagai sebuah pembelajaran ataupun peringatan untuk dibenahi. Namun, mutlak tidak bisa diubah dan dikoreksi. Apa pencapaian dan prestasi kita pada hari kemarin, sebaiknya coba untuk diulangi. Apa kesalahan kita kemarin, sebaiknya jangan pernah diulangi lagi pada hari esok. Hari esok menjadi hari penuh rencana dengan semangat yang harus lebih baik. Maka dari itu muncullah statemen refleksi atau introspeksi diri guna mempersiapkan kegiatan untuk besok yang lebih baik.

Pribadi yang Selalu Bermuhasabah
Sebuah ayat dari Alquran yang berbunyi: Wal tanzhur nafsun maa qaddamat li ghad. Hendaknya setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esoknya (Al Hasyr: 18) menegaskan bahwa kita diperintahkan untuk melihat apa yang telah kita lakukan dan kemudian dijadikan sebagai patokan kita untuk melangkah di kemudian hari. Kita harus memperhatikan segala hal yang telah kita lakukan sebelumnya dengan tujuan berbenah menjadi lebih baik dan lebih berhati-hati dalam setiap langkah. Jika diizinkan, penulis akan menyebutnya sama persis dengan judul di atas yakni Melihat Sejarahmu untuk Masa Depan.
Cara yang bermanfaat untuk memaknai tahun baru adalah dengan menjadikan tahun baru sebagai titik utama untuk melakukan introspeksi diri, cerminan diri, refleksi dari jejak yang sudah kita tinggalkan pada tahun sebelumnya, serta kemudian disusul dengan rencana ke depan dengan kepadatan agenda perbaikan yang strategis dan arif. Kita sepakat bahwa untuk memperbaiki sebuah kaum harus dimulai dari setiap individu dalam suatu kaum tersebut. Maka tahun baru selayaknya dijadikan momen untuk menegur diri kita sendiri dan memperbaiki segala kelemahan dan kekurangan kita pada tahun sebelumnya. Dengan harapan perbaikan ini akan berdampak kepada diri untuk lebih optimistis dengan kehidupan lebih baik pada masa yang akan datang.
Seringkali kita begitu mudahnya menebar petuah dan nasihat kepada sahabat dan saudara kita, namun menjadi begitu sulit ketika kita harus berkaca kepada diri sendiri. Pembenahan dan pembinaan diri merupakan keniscayaan di tengah keringnya ruhiah agama dan sangat disayangkan hal tersebut sering dilupakan. ’’Gajah di pelupuk mata tak terlihat, semut di seberang lautan terlihat jelas” kiranya tepat untuk mengumpamakan kehidupan kita. Nasihat dan bimbingan bertaburan di mana-mana, namun seringkali diri sendiri jadi terlupakan. Lupa untuk mempersiapkan bekal ketika kita mati nanti. Dengan mudah menasihati seseorang, namun berat berbuat jujur kepada diri sendiri. Seringkali memprotes dan menelanjangi orang lain, namun tidak pernah terlintas niat untuk berkaca diri sebelum mengkritisi. Berulang-ulang melakukan cuci tangan, kemudian melemparkan kesalahan kepada orang lain. Fenomena tersebut merupakan sebuah kisah nyata yang terjadi saat ini. Maka dari itu, salah satu solusinya adalah dengan selalu mengintrospeksi diri kita sendiri.
Refleksi diri tidak hanya menjadikan kita lebih berhati-hati dalam setiap langkah kita, namun juga akan menjadikan kita seorang manusia yang penuh dengan rencana ke depan. Di sisi lain, kita juga akan lebih bersyukur dengan keadaan kita sekarang karena selau melihat apa yang telah terjadi. Ketika kita mencoba merefleksi apa yang telah terjadi, kita akan menyadari bahwa kita begitu beruntung karena masih diberi kesehatan tanpa kekurangan apa pun. Kita masih tetap tinggal dengan sanak keluarga kita tanpa ada kekurangan juga. Namun, tidak sedikit saudara kita memiliki kehidupan yang kontras dan menyedihkan pada tahun ini jika dibandingkan tahun sebelumnya. Bencana alam yang terjadi dan mengakibatkan kehilangan sanak saudara dan depresi mental kepada setiap korban yang selamat. Tidak menutup kemungkinan apa yang terjadi pada saudara-saudara kita bisa menimpa kita semua.
Maka momentum ’’dua tahun baru” ini seyogianya jangan diperlakukan berlebihan sehingga menimbulkan dampak yang tidak baik. Seperti keluar malam hingga pagi hanya untuk menyambut tahun baru serta berkumpul dan berhura-hura dengan teman namun dijadikan sebagai salah satu media kita untuk selalu melihat dan mengoreksi sejarah kita guna mempersiapkan masa depan yang lebih baik dengan penuh optimisme hidup. Sebuah pembenahan akan mudah jika semua individu berniat melakukannya. Dimulai dari satu individu dan kemudian diikuti oleh keluarganya, insya Allah akan berdampak pula kepada tetangga dan orang-orang yang ada di lingkungannya dengan harapan dampaknya akan dirasakan pada jumlah masyarakat yang besar. Dimulai dari individu, kemudian keluarga dan terakhir lingkungan. Semoga pembenahan kepada diri sendiri akhirnya akan menjadikan kualitas hidup kita menjadi lebih baik serta terciptalah sebuah kehidupan yang damai dan tenteram. Sebagai penutup, momentum tahun baru sebaiknya disikapi sewajarnya serta kita harus bisa menyaring segala sari yang ada di dalamnya dan mempersembahkan segala kebaikan itu untuk ditanam di dalam pribadi, keluarga, dan masyarakat. Ayo kita mulai dari hari ini bersama-sama! (*)

Artikel ini pernah diterbitkan di Radar Lampung tanggal 2 Januari 2009 di http://www.radarlampung.co.id/web/opini/4505-melihat-sejarah-untuk-masa-depan.html

Comments